Senin, Juli 13, 2009

"Apa kata Cairo padamu Zam?"


Film dibuka dengan kemegahan Mesir, serta kesibukan Azzam yang sibuk saat belanja buat usaha jual tempe dan bakso. Azzam membeli bahan tempe dan baksonya di pasar, sesekali dia memanggul bahan di bahunya dan meletakkanya ketika dia kelelahan, kemudian dipanggilkan taksi dan meluncurlah Azzam ke flat, tentu saja taksi melewati pyramid, megah….! 10-15 menit kemudian terfokus di perayaan KBRI dengan Azzam dan Eliana, Dien Syamsudin juga nongol disini lhooo (walau hanya sebagai cameo, tapi lumayan Pak, nampang!), yang paling berkesan sih saat Azzam membayangkan Eliana memakai jilbab, memang saat itu beberapa detik diperlihatkan Alice Nourin (pemeran Eliana) memekai jilbab, tak lama, mungkin hanya 4 detik.

Adegan demi adegan bergulir seperti isi novelnya, dari Azzam dan Pak Ali berjalan-jalan membicarakan pantai Cleopatra agak terganggu dengan cameo turis yang iseng foto-foto dengan pose super narsis, jadi dialog antara Adegan pengejaran bus oleh Azzam, Anna dan Erna juga seru, trus pingsannya Fadhil saat penggeledahan tamu tak diundang buat mencari Wail Kafuri, juga ada…

Ada adegan yang membuat diriku sampai menitikkan air mata. Suer aku betul-betul nangis. mau tau?? itu lho pas ada adegan si Azzam yang menangis gara mendengar bahwa dia lulus dengan predikat JAYYID atau Memuaskan dalam bahasa Indonesia. Setelah 9 tahun akhirnya dia lulus juga...puff...hampir sama plek denganku. aku 7 tahun kuliah baru lulus...wakakakak...contoh buruk buat para mahasiswa...


Cairo oh Cairo....dalam film ini ada scene yang menampilkan indahnya pemandangan Sungai Nil saat malam. jadi pengen liburan ke sana.

Khoirul Azzam : Kholidi Asadil Alam. Kholidi bagus banget memainkan tokoh Azzam, fisiknya memang sesuai bayanganku sebelumnya, kebapakan, karakter “kakak” dan “imam” sangat melekat. Saat Azzam marah kesannnya gimana gitu, bagus sih, tapi tak apalah.. selebihnya dapet banget lah. Cuma dialognya kayaknya cepet2 banget. Bener2 copyan diriku...agagagag

Ayatul Husna : Meyda Sefira. Aku gak ngerti, kenapa iklan film kok dibebankan pada dia, dari mulai Bank Syariah hingga Motor, heheee.. medoknya okeh, lucu dan lugunya juga okeh, Kemana-mana dia pake motor Mio, iklaaan euy!

Furqon Andi Hasan : Andi Arsyil Rahman. Terlalu glamour.. glamour banget, spellingnya juga agak kaku, terutama saat mengucap “s”. Saat scene dimana dia divonis kena AIDS kurang dramatis. Rada mirip Delon Idol tuh orang

Eliana Pramesti Alam : Alice Sofie Nourin. Dalam bayanganku Eliana itu seperti Luna Maya, tinggi semampai, cantik berambut panjang, sopan, aku pikir Luna Maya juga bisa memerankan sama bagusnya dengan Alice Nourin. Gimana ya? Wajah Alice Nourin terkesan ketus alias tak ramah, hehee.. tak apalah, Alice Nourin bagus kok dengan karakter Eliananya, apalagi saat dia malu2 mengucap “French kiss” ke Azzam, kocak, hehee…

Anna Althafunnisa: Oki Setiana Dewi. Wah, mbak Okki Setiana Top. Anggun, tak berlebihan, dan pass banget! Senyumnya manis, wajahnya jawa asli, jadi aku rasa pas dengan Anna, cantik-cantiknya orang jawa lah. Cocok denganku..:-p

Tiara : Tika Putri. Hmm… Tika Putri lumayan juga kalau pake jilbab, TiPut maennya bagus lah, terutama perhatiannya ke Fadhil saat di rumah sakit menunjukkan kalau dia sangat sayang pada Fadhil.

Fadhil : Lucky Perdana. Lebih garang dikit knapa, Lucky? Lucky terlalu manis buat tokoh Fadhil, gak taulah. Aksen Acehnya itu loh!!

Hafez : Kekocakan terletak pada tokoh ini, gara-gara sikap dan tingkah laku dia yang mengesankan suka dengan Cut Mala, kuooocaak! Mungkin tanpa ada tokoh Hafez, film KCB bakalan kayak film Dark Knight / Da Vinci Code yang musti serius banget nontonnya. Berkat tokoh Hafez inilah kekocakan dan tertawa terjadilah

Cut Mala : Palmaera Galda Pratiwi. ”Kulkasnya dibawa sekalian saja, Hahahahaa”
saat dia mengucap dialog itu, tertawanya sangat lepas tak dibuat-buat. Sampai saat ini, aku masih terbayang-bayang dia, dia menari-nari dalam pikiranku…..cie..cie

Wan Aina : Silmi (nama panggilan). Kuliah di UI yang juga seorang putri dari psikolog terkenal Elly Risman. Silmi logat malaysianya kental banget.

Ust. Mujab : dan tidak ketinggalan yang punya novel. Acting Kang Abik dalam film ini juga tak kalah hebat. Sudah seperti aktor betulan. Nampaknya tak masalah buat Kang Abik yang harus memerankan tokoh Ustad wong dia juga udah Ustad. Ada kalimat yang berkesan sampai sekarang yaitu ketika Ust. Mujab menolak lamaran Azzam dengan kalimat "Apa kata Cairo padamu Zam?".

Scene pernikahan Tiara dengan Zulkifli sangat dramatis, Lagi dari Aceh berjudul “Saleum” yang dinyanyikan Fadhil sangat menyentuh, sayang scene tersebut terlalu cepatan, padahal aku mengharapkan lebih. Kan menurutku salah satu kekuatan KCB 1 ada pada kisah cinta Fadhil dan Tiara (seperti yang Kang Abik).

Scene saat bedah buku Menari Bersama Ombak karya Husnah, Anna begitu menghayati saat dia mendeskripsikan tentang Cinta (yang sebenarnya petikan puisi Rumi dalam Diwan Shamei Tabriz), kurang lebih demikian : “Sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan panjang lebar, Namun jika cinta kudatangi aku jadi malu pada keteranganku sendiri....... “ Tapi kok figurannya ga alami, kayak wagu gitu.

Kan di Indonesia Eliana dikenal sebagai artis sinteron, coba deh perhatikan saat Eliana di layar TV, Pasti slalu adegan Eliana di kejar-kejar di hutan, kayak salah satu adegan Tarzan Cilik, heheee…..

Film ditutup dengan kedatangan Azzam dan Eliana di bandara, kemudian diserbu artawan mengkonfirmasi hubungan antara Eliana dan Azzam. Dan saat itu juga terlihat Husna melambaikan tangan ke Azzam, dan Azzampun tersenyum membalas lambaian tangan sang adik, trus bersambung dah…. Pas ini aku juga nangis...

Ada cuplikan buat Ketika Cinta Bertasbih 2 kok… saat Azzam bertemu dengan sang Ibu. saat Azzam dipertemukan dengan Anna di rumahnya (Anna saat itu menyerahkan undangan pernikahan di kelaurga Azzam)… saat pernikahan Anna dan Furqan seraya Azzam berkata pada Anna, “Anna nitip Furqan yah? Dia sahabatku” saat Malam pertama Anna dan Furqan… dan saat Anna mau kabur dari rumah tapi ditegur bapaknya…. Hmmm….

Adegan dalam novel yang dihilangkan : Secara keseluruhan film ini hampir sesuai dengan novel, ada beberapa adegan yang dihilangkan, seperti awal dalam novel saat Azzam, Eliana dan pak Ali dalam taksi yang mau berbelanja, padahal adegan itu aku rasa kalau dalam novel juga menggambarkan keindahan kota mesir… Sara Sa’duddin Zilzaf tak ikut pulang bersama satu pesawat dgn Azzam, hanya diceritakan Azzam pulan dengan Eliana. Sara Sa’duddin Zilzaf hanya muncul 2 scene saat menelpon Furqan… Tak ada mimpi Azzam yang bermimpi dia di Indonesia dan di rumahnya sudah ada gadis2 yang ada dalam novel, termasuk Anna Althafunnisa yang konon bercadar…

Tak ada adegan sentuhan lawan jenis, apalagi peluk dan cium, tak ada sama sekali.. top dah! bener2 menggambarkan apa yang ada dalam novel…

Over all, film ini sangat memuaskan dan sama alur ceritanya dengan novelnya. tidak seperti saudara tuanya, film Aayat-Ayat Cinta yang sangat jauh dari kisah novelnya. film ini juga masuk dalam daftar best movie's versi Tekad Budi Wibowo...hahaha...

Kalo kalian belum pada nonton, aku ada sebait kata-kata buat kamu
"Apa kata Cairo padamu nanti jika kau belum menonton KCB?!"
Read More..